Polri Hormati Putusan MK soal Polisi Harus Mundur
Polri Hormati Putusan MK soal Polisi Harus Mundur
Polri Hormati Putusan MK soal Polisi Harus Mundur

HotNews – Polri Hormati Putusan MK soal Polisi Harus Mundur, Mabes Polri merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan polisi mundur atau pensiun seumpama menjabat di luar institusi kepolisian. Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengemukakan pihaknya belum menerima salinan formal putusan tersebut.
Namun begitu, dia memastikan institusi Polri menghormati apapun putusan yang diketok oleh MK.
“Terima kasih atas informasinya, dan kebetulan kita terhitung baru dengar atas putusan tersebut pastinya Polri akan menghargai semua putusan yang udah dikeluarkan,” tutur Sandi di PTIK, Jakarta Selatan, Kamis (13/11/2025).
Polri kini tetap menanti datangnya salinan resmi putusan MK tersebut Nantinya, kepolisian akan menganalisis hasilnya sebelum menyebutkan sikap.
“Tentunya andaikan memang udah diputuskan dan kita sudah mempelajari apa yang sudah diputuskan selanjutnya Polri dapat tetap menjunjung putusan pengadilan yang sudah diputuskan,” paham dia.
Sandi sempat menerangkan bahwa penempatan bagian aktif kepolisian di Kementerian instansi sebetulnya telah meresmikan peraturan tersendiri, yaitu berdasarkan Pasal 28 ayat (3) UU nomor 2 th. 2002 mengenai Polri yang menyatakan jabatan di luar kepolisian butuh izin dari Kapolri.
Hanya saja, frasa tersebut kini dihapus dalam putusan MK bersama perkara nomer 114/PUU-XXIII/2025.
“Namun demikian kami udah mendengar ataupun kita udah memirsa datang putusan hari ini, kami tinggal tunggu layaknya apa konkrit putusannya agar kita dapat menyaksikan dan pelajari dan apa yang perlu dilaksanakan oleh kepolisian,” Sandi menandaskan.
MK Tutup Celah Polisi Aktif menduduki Jabatan Sipil
MK memutuskan bahwa polisi yang menduduki jabatan sipil mesti mengundurkan diri atau pensiun berasal dari dinas kepolisian. Putusan no 114/PUU-XXIII/2025 menghapus celah hukum yang sepanjang ini memungkinkan polisi aktif menjabat tanpa melewatkan standing keanggotaannya.
“Menyatakan frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ di dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang nomer 2 tahun 2002 tentang Polri bertentangan bersama dengan UUD NRI tahun 1945 dan tidak memiliki kebolehan hukum mengikat,” kata Ketua MK Suhartoyo di area Sidang Pleno MK, Jakarta (13/11/2025).
Mahkamah mengabulkan permintaan advokat Syamsul Jahidin dan mahasiswa Christian Adrianus Sihite untuk segalanya Adapun para pemohon menguji konstitusionalitas norma Pasal 28 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyebutkan bahwa “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menempati jabatan di luar kepolisian sesudah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.”
Sementara itu, Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berbunyi, “Yang dimaksud bersama dengan ‘jabatan di luar kepolisian’ adalah jabatan yang tidak miliki sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.”
Dalam perkara ini, para pemohon mempersoalkan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’” yang termaktub didalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Menurut mereka, frasa selanjutnya menyebabkan anomali hukum dan mengaburkan makna norma pasal keseluruhan.
Syamsul dan Christian menilai, bersama dengan berlakunya frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri”, seorang polisi aktif dapat menjabat di luar kepolisian tanpa membiarkan statusnya sebagai bagian Polri.
Para pemohon lihat lumayan dengan menyebutkan sudah “berdasarkan penugasan berasal dari Kapolri”, seorang bagian Polri aktif bisa menempati jabatan sipil. Mereka mendalilkan celah itu udah dimanfaatkan selama ini.
Tak membutuhkan Tafsir Ganda
Dalam berkas permohonannya, Syamsul dan Christian mencontohkan sebagian bagian Polri aktif yang duduki jabatan sipil, di antaranya Komjen Pol. Setyo Budiyanto sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan Komjen Pol. Eddy Hartono sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Berdasarkan pertimbangan hukum, Mahkamah sependapat bersama dengan dalil para pemohon.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan secara substansial, Pasal 28 ayat (3) UU Polri sejatinya meyakinkan satu hal vital yaitu anggota Polri sekedar dapat duduki jabatan di luar kepolisian sehabis mengundurkan diri atau pensiun.
Artinya, kata Ridwan, sekiranya dimengerti dan dimaknai secara saksama, “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” merupakan beberapa syarat yang mesti dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan di luar kepolisian.
“Tidak datang keragua-raguan rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis (jelas) yang tidak membutuhkan tafsir atau pemaknaan lain,” tuturnya.
Lebih lanjut dia menuturkan apabila merujuk Undang-Undang nomer 12 tahun 2011 berkenaan Pembentukan ketentuan Perundang-Undangan, pembagian penjelasan harusnya tidak boleh mencantumkan rumusan yang memuat norma.
Dari konstruksi Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, Mahkamah menilai, frasa “yang dimaksud dengan jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak miliki sangkut paut dengan kepolisian” bertujuan untuk menyebutkan norma didalam batang tubuh.
“Sehingga tidak menyebabkan terjadinya ketidakjelasan dari norma dalam Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002,” katanya.
Norma Tidak menyadari dalam UU Polri
Namun, Mahkamah menelaah, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan berasal dari Kapolri” ternyata identik sekali tidak memperjelas norma Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Akibatnya, terjadi ketidakjelasan pada norma pasal dimaksud.
“Perumusan yang demikian berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum didalam pengisian bagi bagian Polri yang dapat menempati jabatan di luar kepolisian dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian,” ucap Ridwan.
Maka berasal dari itu, Mahkamah menyimpulkan, frasa “atau tidak berdasarkan penugasan berasal dari Kapolri” didalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri berupa rancu dan mengundang ketidakpastian hukum agar tidak kompatibel bersama amanat Pasal 28D ayat (1) UUD NRI tahun 1945.
