Kayu Terdampar di Lampung Bukan Hanyut dari Banjir Sumatera

HotNews – Direktur Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan di Direktorat Jenderal Pengelolaan rimba Lestari Kementerian Kehutanan (PHL Kemenhut) Ade Mukadi merespons temuan kayu di Lampung.

Menurut dia, hadir sejumlah hal perlu dicatat. tidak benar satunya, perihal kayu yang ditemukan di Lampung bukanlah hanyut akibat banjir di Sumatera.

“Kayu berasal dari kecelakan kapal tagboot kayu dari PBPH (HPH) PT Minas Pagai Lumber di Mentawai (Izin oleh Menteri Kehutanan atas areal Hutan memproduksi melewati izin SK.550/1995 tanggal 11 Oktober 1995 dan telah dilakukan perpanjangan di tahun 2013 sesuai SK.502/Menhut-II/2013 tanggal 18 Juli 2013),” sambung dia.

Ade mengatakan mesin tagboot mati dan terkena badai sejak 6 november 2025 sehingga ada banyak kayu yang jatuh dari tagboot tersebut.

Karenanya, kata dia, kayu ditemukan meresmikan barcode sebagai penanda SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu) yang di cek keabsahan/asal usul sumber kayu (traceability system untuk menghindar illegal logging).

Sebelumnya di informasikan di dalam penelusuran yang dilakukan Polda Lampung, beberapa kayu gelondongan tampak ditempeli stiker barcode berwarna kuning bertuliskan ‘Kementerian Kehutanan Republik Indonesia’ dan juga nama perusahaan ‘PT Minas Pagai Lumber’.

Pada stiker itu termasuk tertulis logo lingkaran centang bergambar daun bertuliskan ‘SVLK INDONESIA’ yang merupakan isyarat legalitas kayu.

Kemenhut Keluarkan Izin Kayu Hanyut Terbawa Banjir Sumatera dapat Dimanfaatkan

Sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengeluarkan izin kayu yang hanyut ketika banjir Sumatera dapat dimanfaatkan untuk keperluan darurat, demi mempercepat pemulihan wilayah terdampak, berdasarkan peraturan yang wajib dipenuhi.

Dirjen Pengelolaan rimba Lestari (PHL) Kemenhut Laksmi Wijayanti mengatakan material kayu hanyut yang menumpuk di lokasi bencana dapat dimanfaatkan untuk keperluan darurat, demi mempercepat pemulihan dengan masih mempertahankan aspek legalitas serta menahan penyalahgunaan di lapangan.

“Bahwa pemakaian kayu hanyutan untuk penanganan darurat bencana, rehabilitasi dan pemulihan pascabencana, dan juga pemberian material untuk penduduk terkena efek bagi pembangunan tempat dan fasilitas prasarana, bakal dilaksanakan atas basic asas keselamatan rakyat dan kemanusiaan,” kata Laksmi. Dikutip dari pada Selasa (9/12/2025).

Namun dia mengingatkan bahwa penggunaan berikut dilaksanakan dengan peraturan Kayu yang terbawa arus banjir memiliki standing legal yang jelas.

Menurutnya, kayu hanyutan yang terbawa banjir tersebut akan dikategorikan sebagai kayu temuan yang mekanisme penanganannya mempedomani Undang-undang nomer 18 th. 2013 berkaitan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan rimba supaya tetap diperlukan pelaksanaan penyelenggaraan yang menghormati komitmen ketelusuran dan keterlacakan.

Dengan demikianlah tiap tiap pemanfaatan kayu hanyut harus menyimak prosedur pelaporan dan pencatatan supaya tidak membuka celah bagi praktek pembalakan liar maupun pencucian kayu bersama dengan pakai momentum bencana.

Pastikan untuk keperluan Masyarakat

Kemenhut mengambil keputusan bahwa penyaluran kayu hanyut untuk keperluan masyarakat tidak dijalankan secara sepihak. Laksmi menyampaikan bahwa prosesnya mesti jalan lintas-lembaga.

“Penyaluran pemanfaatan kayu hanyutan untuk penanganan dan pemulihan pasca bencana diadakan berbarengan secara terpadu antara Kementerian Kehutanan bersama dengan lembaga berkaitan antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota dan beragam unsur aparat penegak hukum,” ucap Laksmi.

Pendekatan berbarengan adalah siasat penting teristimewa untuk menghindarkan tumpang tindih kewenangan dan memutuskan kayu benar-benar hingga kepada masyarakat yang membutuhkan.

Selain menyesuaikan pemakaian kayu hanyut, pemerintah termasuk mencuri kebijakan tegas untuk menahan praktek penyelewengan di lagi tengah situasi darurat.

“Kegiatan penggunaan dan pengangkutan kayu bulat yang berasal dari wilayah kesibukan pemakaian Hutan di tiga provinsi selanjutnya dihentikan sesaat sampai bersama dengan peraturan lebih lanjut,” tutur Laksmi.

Penghentian sesaat ini bertujuan untuk menjauhi potensi penebangan liar yang disamarkan sebagai kayu hanyut, memperjelas sumber material kayu yang beredar dan menentukan fokus aparat dan penduduk tertuju antara penanganan bencana.

Dalam konteks pemulihan, kayu tersebut mulai aset yang bakal mempercepat rekonstruksi, sekaligus solusi praktis di sedang terbatasnya akses logistik ke lokasi terdampak.