Usman Hamid Respons Fadli Zon soal Tidak Adanya Perkosaan

Usman Hamid Respons Fadli Zon soal Tidak Adanya Perkosaan
Usman Hamid Respons Fadli Zon soal Tidak Adanya Perkosaan

HotNews – Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menyatakan, dirinya bersama Koalisi Masyarakat Sipil berdiri bersama mengecam pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon, yang menyebut tidak terdapat bukti kekerasan pada perempuan, juga perkosaan massal dalam moment Mei 1998.
“Kekerasan seksual Mei 1998 bukan rumor belaka, lawan usaha culas negara dalam jadikan putih dosa Orde Baru,” tutur Usman dalam pesan singkatnya, Sabtu (14/6/2025).
Usman mengatakan, pernyataan Fadli Zon menunjukan sikap nirempati pada korban dan seluruh perempuan yang berjuang bersama. Hal itu pun dinilai sebagai usaha mendiskreditkan kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang telah lakukan penyelidikan atas moment Mei 1998, bersama kekerasan seksual sebagai bagian di dalamnya.
“Jelas keliru ucapan yang bilang perkosaan massal kala kerusuhan rasial 13-15 Mei 1998 adalah rumor dan tidak tersedia buktinya. Rumor adalah cerita atau laporan yang beredar luas di masyarakat tapi kebenarannya diragukan gara-gara tidak tersedia otoritas yang jelas kebenarannya. Padahal kala itu tersedia otoritas yang jelas kebenarannya, yakni Tim Gabungan Pencari Fakta, yang dibentuk Presiden BJ Habibie selaku Kepala Negara,” jelas dia.
Usman mengulas, TGPF pada 23 Juli 1998 dibentuk berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.
Tim Gabungan itu bekerja dalam rangka menemukan dan mengutarakan fakta, pelaku, dan latar belakang moment 13-15 Mei 1998. Mereka terdiri dari unsur pemerintah, Komnas HAM, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
Sebagian himbauan TGPF pun dipenuhi Habibie, bersama membentuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dengan sebutan lain Komnas Perempuan. Presiden dan DPR RI kala itu juga meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, serta mengusahakan program perlindungan saksi dan korban melalui UU Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Pernyataan Fadli Zon adalah Penyangkalan
Usman mengingatkan, seluruh himbauan itu adalah respons atas kerusuhan rasial dan perkosaan massal pada perempuan etnis Tionghoa, yang seharusnya diketahui oleh seluruh menteri. Terlebih, TGPF yang dibentuk Habibie melibatkan institusi Komnas HAM dan beragam lembaga kementerian lembaga resmi pemerintah, juga perwakilan TNI dan Polri.
“Pernyataan menteri berikut lebih terlihat sebagai penyangkalan ganda demi menjauhkan rasa bersalah, malu, atau tidak nyaman pada pemerintah,” ungkapnya.
Dua poin Usman, bahwa tersedia penyangkalan literal yakni penolakan segera atas fakta perkosaan massal bersama tunjukkan masalah berikut adalah rumor dan tidak pernah tersedia buktinya. Kemudian, penyangkalan interpretatif, yakni mengakui fakta Kerusuhan Mei 1998, tapi membawa dampak penafsiran berbeda bersama tone positif pada suatu hal yang jelas negatif.
“Pernyataan menteri berikut mungkin terlihat sebagai penyangkalan atas himbauan ke-2 TGPF yang menyebut dua nama petinggi pemerintahan sekarang,” Usman menandaskan.
Rekomendasi TGPF
Adapun kutipan butir ke-2 himbauan TGPF adalah sebagai berikut:
“Pemerintah wajib sesegera mungkin menindaklanjuti kasus-kasus yang diperkirakan berkenaan bersama rangkaian tindakan kekerasan yang memuncak pada kerusuhan 13-14 Mei 1998, yang dapat diungkap secara yuridis baik pada warga sispil maupun militer yang terlibat bersama seadil-adilnya, fungsi menegakkan wibawa hukum, juga mempercepat sistem Yudisial yang tengah berjalan. Dalam rangkaian ini Pangkoops Jaya Mayjen Syafrie Syamsoeddin wajib dimintakan pertanggung jawabannya. Dalam masalah penculikan Letjen Prabowo dan seluruh pihak yang terlibat wajib dibawa ke pengadilan militer. Demikian juga dalam masalah Trisakti, wajib ditunaikan beragam tindakan sambungan yang benar-benar untuk mengutarakan moment penembakan mahasiswa.”